ULKUS KORNEA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS KORNEA

A. Pengertian

Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)

IB. Etiologi

Faktor penyebabnya antara lain:

· Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya

· Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka

· Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.

· Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.

· Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :

o Bakteri

Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.

o Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola

o Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium

o Reaksi hipersensifitas

Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)

(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

C. Tanda dan Gejala

· Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan sikatrik kornea.

· Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.

· Fotofobia

· Rasa sakit dan lakrimasi

(Darling,H Vera, 2000, hal 112)

D . MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL

Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :

1. Ulkus kornea sentral meliputi:

a. Ulkus kornea oleh bakteri

Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :

o Streptokokok pneumonia

o Streptokokok alfa hemolitik

o Pseudomonas aeroginosa

o Klebaiella Pneumonia

o Spesies Moraksella

Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :

o Stafilokukkus epidermidis

o Streptokokok Beta Hemolitik

o Proteus

§ Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok

Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah :

o Streptokok pneumonia (pneumokok)

o Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0

o Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)

o Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)

Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan pseudomonas.

Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan karena pneumokok adalah penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat semacam kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang menyebabkan infeksi kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok

Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia

Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena

· Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus

Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus marginal, infeksi ulkus alergi (toksik).

Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus

Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.

· Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas

Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein, cairan lensa kontak.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas

Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.

Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal, subkonjungtiva serta intra vena.

b. Ulkus kornea oleh virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.

c.Ulkus kornea oleh jamur

Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :

o Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau pemakaian kortikosteroid jangka panjang

o Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang berada di lingkungan hidup.

o Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.

Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan sampah organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing.

Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik , selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen, selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal.

Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa (filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes simpleks dengan pemakaian kortikosteroid.

Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat memilih obat anti jamur yang spesifik.

2. Ulkus marginal

Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.

Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya. Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif.

1. Ulkus cincin

Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata.

Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren.

Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.

2. Ulkus kataral simplek

Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus ditepiya terlihat bagian yang bening.

Terjadi ada pasien lanut usia.

Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.

3. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan kornea terkenai.

Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.

Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.

Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva, keratektomi dan keratoplasti.

(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

E. Penatalaksanaan :

Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata (patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.

F. Pemeriksaan Diagnostik :

1. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )

2. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg

3. Pemeriksaan oftalmoskopi

4. Pemeriksaan Darah lengkap, LED

5. Pemeriksaan EKG

6. Tes toleransi glukosa

G. Pengkajian :

1. Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas

2. Neurosensori : penglihatan kabur, silau

3. Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/ tekanan pada & sekitar mata

4. Keamanan : takut, ansietas

(Doenges, 2000)

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :

1. Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat

Intervensi :

o Kaji derajat dan durasi gangguan visual

o Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru

o Jelaskan rutinitas perioperatif

o Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu

o Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

2. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan

Intervensi :

o Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil

o Orientasikan pasien pada ruangan

o Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan

o Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma

o Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata

3. Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator

Intervensi :

o Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep

o Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul

o Kurangi tingkat pencahayaan

o Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat

4. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan

Intervensi :

o Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter

o Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat

o Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan

o Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan

e. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan

Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan

Kriteria hasil :

1. Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan

2. Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat

Intervensi:

o Perkenalkan pasien dengan lingkungannya

o Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan

o Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas

o Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas

o Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang

f. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit

Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya

Kriteria hasil:

1. Pasien memahami instruksi pengobatan

2. Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan

Intervensi:

o Beritahu pasien tentang penyakitnya

o Ajarkan perawatan diri selama sakit

o Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan keluarga

o Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan

APENDISITIS

APENDISITIS

APENDISITIS

1.Pengertian Usus buntu atau apendiks vermiformis merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar (caecum), tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah.

Gambar 1. Anantomi Apendiks Vermivormis

Apendiks vermiformis mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000). Appendicitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi ( Wilson & Goldman, 1989 ) Patofisiologi Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan sebabkan nyeri sikitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi. Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Tahapan peradangan apendisitis a. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforas) b. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi) 3. Manifestasi Klinis Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis apendisitis. 4. Komplikasi Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakuakn drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase. Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan. 5. Pemeriksaan Penunjang Akan terjadi leukositosis ringan (10.00 – 20.000/ml) dengan peningkatan jumlah neutrofil. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakuakn barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrat apendikularis. 6. Diagnosa Banding Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosa. Adenitis mesenterikum juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran napas. Lokasi nyeri perut di kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi true muscle guarding. Diverkulitis Meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan kriteria diagnosa yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedahannya bukanlah hal penting. Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah. 7. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum klien benar-benar terlihat sakit. 2. Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis ringan. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 30oC atau lebih bila telah terjadi perforasi. 3. Dehidrasi ringan sampai berat bergantung pada derajat sakitnya. Dehidrasi berat pada klien apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (udem) dan rongga peritoneal. 4. Abdomen : tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok dan nyeri tekan. 5. Tidak jarang dijumpai tanda- tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis lokal maupun umum. 8. Pemeriksaan Radiologi 1. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan 2. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum) 3. Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit. 4. Foto polos pada apendisitis perforasi: a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah. b. Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum. c. Garis lemak pra peritoneal menghilang. d. Scoliosis ke kanan. e. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralysis usus-usus lokal di daerah proses interaksi. 9. Laboratorium Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin: sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. 10. Penatalaksanaan 1. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan : a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 2. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan : a. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih. b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi. c. Pemeriksaan lokal abdomen tanang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan. d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal. Tindakan yang dilakukan sebainya konservati dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum. Pembedahan Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam. nadi di bawah 120/menit. Teknik pembedahan Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilicus. Sayatan Fowler Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rectum. Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka peritoneum sedikit dahulu dan alat hisap telah disiapkan sedemikian rupa hingga nanah dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan. Sayatan peritoneum diperlebar dan penghisapan nanah diteruskan. Apendektomi dikerjakan seperti biasa. Pencucian rongga peitonium mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar bersih. Cairan yang dimasukkan terlihat jerih sewaktu dihisap kembali. Pengumpulan nanah biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan diantara usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritonium dan lapisan fasia yang menempel peritonium dan sebagian otot dijahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat. Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian rongga peritonium benar-benar bersih dren tidak diperlukan. Lebih baik dicuci bersih tanpa dren daripada dicuci kurang bersih dipasang dren. Catatan Infiltrat radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oelh omentum dan usus-usus dan peritonium di sekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan dimulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih; daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. Terapi Apendisitis perforasi Persiapan prabedah : Pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi. Rehidrasi. penurunan suhu tubuh. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena. Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum Umumnya klien dalam kondisi buruk. Tampak septis dan dalam kondisi hipovolemik serta hipertensi. Hipovolemik akibat puasa lama, muntah dan pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal. Persiapan prabedah: 1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi 2. Pemasangan kateter untuk control produksi urin. 3. Rehidrasi 4. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena. 5. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai. 11. Asuhan Keperawatan Apendisitis a. Pengkajian Data Subyektif - Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut bawah - Rasa sakit hilang timbul - Mual, muntah - Diare atau konstipasi - Tungkai kanan tidak dapat diluruskan - Rewel dan menangis - Lemah dan lesu - Suhu tubuh meningkat Data Obyektif - Nyeri tekan titik MC.Burney - Bising usus meningkat, perut kembung - Suhu meningkat, nadi cepat - Hasil leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi b. Diagnosa Keperawatan - Nyeri - Resti kurang volume cairan - Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi c. Rencana Asuhan Keperawatan No Diagnosa Keperawtan Tujuan / HYD Rencana Keperawatan 1 Nyeri b.d proses inflamasi Ditandai dengan : Data Subyektif : a. Pasien mengeluh nyeri / sakit Data Obyektif : a. Pasien memegang daerah perut b. Skala nyeri ( 1 – 10 ) c. Tampak meringis menahan sakit d. Pasien tampak cemas e. Suhu naik f. Nadi cepat Nyeri hilang / berkurang dalam jangka waktu ….. Dengan Kriteria : - Pasien mengatakan nyeri hilang/berkurang - Pasien tampak tenang - Pasien dapat melakukan tekhnik relaksasi - TTV stabil - Ekspresi wajah rileks - Pasien dapat istirahat - Kaji karakteristik nyeri dan tingkat nyeri - Kaji faktor yang dapat menurunkan/ / meningkatkan nyeri - Kaji skala nyeri - Observasi TNSR per…. - Perhatikan gejala non verbal, seperti gelisah, memegang perut, takikardi, keringat berlebihan - Ajarkan dan bantu pasien tekhnik relaksasi dan distraksi - Lakukan semua tindakan dengan lembut dan yakinkan pasien bahwa perubahan posisi tidak menyebabkan injuri - Berikan posisi yang nyaman - Ciptakan lingkungan yang nyaman - Ajarkan cara mengefektifkan penggunaan obat - Berikan kesempatan untuk istirahat selama nyeri, buat jadwal aktifitas bila sakit berkurang - Kolaborasi : - Pemberian anti analgetik 2. Kekurangan volume cairan b.d pengeluaran cairan yang berlebihan akibat mual, muntah Ditandai dengan : Data Subyektif : - Pasien mengeluh mual - Pasien mengeluh muntah Data Obyektif : - Suhu naik - Nadi cepat - Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh - Dalam jangka waktu…. Dengan Kriteria : - TNSR dalam batas normal - Cairan masuk dan keluar seimbang - Kulit lembab - Produksi urine …cc/24 jam - Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare - Observasi TNSR … - Observasi tanda – tanda dehidrasi - Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban membran mukosa - Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan secara mendadak produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine - Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar per…. - Pertahankan keseimbangan cairan misal : jadwal pemasukan cairan - Perhatikan : cairan yangmasuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu bila pasien terpasang infus - Timbang BB setiap hari - Hindarkan minuman yang menyebabkan diuresis - Kolaborasi : - Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi - Observasi kadar elektolit, darah nitrogen, Hb, Ht REFERENSI Anonim.2007.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Apendiksitis. myschoolnet.ppk.kpm.my/ingin_tahu/imej/apendix.jpg Dietho.2007. Apendisitis. Terdapat dalam: http://dito.rezaervani.com/?page_id=13 Manjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran ed.3 cetakan 1.Media Aesculapsus:Jakarta. Raksoprodjo, Soelarto.1994. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.Universitas Indonesia:Jakarta.

AKKES PEMKAB

AKKES PEMKAB